Selasa, 26 Juni 2012

Manusia dan Keadilan

[Bobroknya Keadilan dan Hukum di Negeri Ini]


(gambar ilustrasi)






Pada kesempatan kalli ini, saya akan berbagi cerita kepada anda semua yang membaca post ini. Dimana cerita ini berdasarkan kisah nyata yang menggambarkan bagaimana keterpurukan keadilan hukum di negeri tercinta ini, Indonesia.


Kasus ini terjadi pada tahun 2011 di Kab. Prabumulih, Lampung. Hakim Marzuki duduk tercenung menyimak tuntutan jaksa Penuntut Umum (PU), sedang terjadi sengketa hukum yang melibatkan PT. Andalas Kertas (Group Bakrie) dan seorang Nenek. Tuntutan dalam perkara tersebut hanya persoalan tuduhan pencurian singkong.


Nenek tersebut saat berbicara di depan sidang, mengatakan ia sedang kelaparan lantaran anak laki-lakinya sedang sakit, juga cucunya yang sedang menahan lapar. Dengan dalih tersebut, sambil beberapa kali menitikkan air mata, suara yang hampir tidak terdengar ia bercerita, dengan harapan mendapan ampunan dari penuntut.
Namun pihak PT. Andalas Kertas bersikukuh untuk menuntut kasus tersebut, dengan alasan agar menjadi contoh warga lainnya.


Hakim Marzuki menghela nafas panjang, sambil menatap Nenek tersebut untuk membacakan putusanya. “Maafkan saya, saya tidak mampu membuat keputusan sendiri, hukum tetaplah hukum, jadi anda tetap di hukum. Saya putuskan bahwa anda di denda sebesar 1 juta rupiah, jika tidak memiliki uang sebanyak tuntutan, maka anda harus di hukum penjara selama 2.5 tahun sebagaimana tuntutan jaksa” Tak kuasa mendengar itu, nenek tersebut lesu dan tak mampu berkata sepatah kata-pun.


Sementara itu, hakim Marzuki berdiri dan mencopot topi toganya, mengambil dompet dan membuka, menarik uang dari dalam dompet tersebut sebanyak 1 juta rupiah dan di masukkan ke dalam topi toga. “Saya atas nama pengadilan, juga menjatuhkan denda 50 ribu rupiah kepada hadirin semuanya, karena tinggal di kota ini dengan kelalaian, membiarkan seorang warga kelaparan hingga terpaksa mencuri”.


Akhirnya, nenek tersebut terbebas dari beban denda dan pulang membawa uang sebanyak 3,5 juta, termasuk 50 ribu rupiah dari PT. Andalas Kertas.
Tentu cerita di atas tidak disukai oleh media, sehingga kita yang harus menyebarkan kisah serupa untuk membebasan keterpurukan hukum Indonesia.




"Sungguh miris, mengapa ini bisa terjadi di negeri yang terkenal karena indah permainya - aman dan subur - ataupun pujaan bangsa? Tetapi masih saja ada orang-orang yang ditelantarkan secara perlahan meski mereka berjuang  untuk bertahan hidup demi mencari sesuap nasi. Seakan-akan hukum hanyalah nama dan simbol saja, dimana keadilan dapat dibeli dengan uang. 


Bayangkan saja, siapa yang lemah secara materil pasti akan kalah dalam hukum. Menyedihkan sekali, hukum terhadap para koruptor yang secara gamblang dan kontras terlihat mencuri ataupun menggelapkan dana yang nilainya melebihi singkong sekalipun masih dapat melenggang bebas karena kebal hukum. 


Apa ini? Dimanakah keadilan?
Ya, keadilan ada pada nilai materil.


Namun, tidak semua manusia cacat hukum. Masih banyak diluar sana yang menjunjung tinggi nilai kejujuran dan keadilan. Contohnya seperti Pak Hakim yang benar-benar bijak dalam mengambil keputusan. 


Untuk itu mulailah bertindak jujur dari sekarang, karena jujur itu mengandung hikmah. Bermanfaat bagi kehidupan kita yang bersih dan adil."



0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More